About Adam

Adam is running for Governor to ensure that every Floridian has the freedom and opportunity to pursue his or her American Dream. He has a clear vision for the future of Florida. It’s a Florida in…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




HUBUNGAN HUKUM ISLAM DENGAN HUKUM NASIONAL

Hukum Islam

Pada dasarnya Hukum Islam di tengah-tengah Hukum Nasional merupakan pusat perhatian yang akan ditujukan pada kedudukan Hukum Islam dalam sistem Hukum Nasional. Sistem Hukum Indonesia, sebagai akibat dari perkembangan sejarahnya bersifat majemuk. Disebut demikian karena sampai sekarang di negara Republik Indonesia berlaku beberapa sistem hukum yang mempunyai corak dan susunan sendiri. Sistem hukum itu adalah sistem hukum adat, sistem Hukum Islam dan sistem hukum Bara t. Sejak awal kehadiran Islam pada abad ke-tujuh Masehi tata hukum Islam sudah dipraktekkan dan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat dan peradilan Islam. Hamka mengajukan fakta berbagai karya ahli Hukum Islam Indonesia. Misalnya Shirat al-Thullab, Shirat al-Mustaqim, Sabil al – Muhtadin, Kartagama, Syainat al-Hukm, dan lain-Iain.2 Akan tetapi semua karya tulis tersebut masih bercorak pembahasan fiqih. Kata hukum Islam tidak ditemukan sama sekali di dalam al-Qur’an dan literatur hukum dalam Islam. Yang ada dalam al-Qur’an adalah kata syari’ah, fiqh, hukum Allah dan yang seakar dengannya. Kata-kata hukum Islam merupakan terjemahan dari term “Islamic Law” dari literatur Barat. Dalam penjelasan tentang hukum Islam dari literatur Barat ditemukan definisi hukum Islam yaitu: keseluruhan kitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya.8 Dari definisi ini arti hukum Islam lebih dekat dengan pengertian syariah. Hasbi Asy-Syiddiqy memberikan definisi hukum Islam dengan “koleksi daya upaya fuqaha dalam menerapkan syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat”.9 Pengertian hukum Islam dalam definisi ini mendekati kepada makna fiqh.

Setelah Indonesia merdeka, walaupun aturan peralihan menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD 1945, seluruh peraturan pemerintahan Belanda yang berdasarkan teori receptie tidak berlaku lagi karena jiwanya bertentangan dengan UUD 1945. Teori receptie harus exit karena bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah Rasu1. Hazairin menyebut teori receptie sebagai teori Iblis.

Berdasarkan pendapatnya ini, Hazairin mengembangkan teori yang disebutnya sebagai teori receptie exit. Pokok-pokok pikiran Hazirin tersebut adalah:

Hukum Nasional

Perihal Hukum Islam yang telah disinggung di atas, dapat kita ketahui bahwa hukum Islam yang secara substansi terdiri atas dua bidang yaitu (1) bidang ibadah dan (2) bidang mu’amalah. Pengaturan bidang ibadah bersifat rinci, pengaturan mengenai mu’amalah atau mengenai segala aspek kehidupan masyarakat tidak bersifat rinci. Yang ditemukan dalam bidang terakhir ini hanya prinsip-prinsipnya saja. Pembangunan dan aplikasi prinsip-prinsip bidang mu’amalah itu: diserahkan sepenuhnya kepada para penyelenggara negara dan pemerintahan yakni para ulil amri. Dan, karen a hukum Islam memegang peranan penting dalam membentuk dan membina ketertiban sosial umat Islam dan mempengaruhi segala segi kehidupannya, maka jalan terbaik yang dapat ditempuh ialah mengusahakan secara ilmiah transformasi norma-norma hukum Islam ke dalam hukum nasional, sepanjang ia, menurut Menteri Kehakiman, sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dan relevan dengan kebutuhan hukum khusus umat Islam. Cukup banyak asas yang bersifat universal terkandung dalam hukum Islam yang dapat dipergunakan dalam menyusun hukum nasional. Hukum nasional adalah hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia, setelah Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia, terutama bagi warga negara Republik Indonesia sebagai pengganti hukum kolonial. Untuk mewujudkan satu hukum nasional bagi bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan budaya dan agama yang berbeda, ditambah dengan keanekaragaman hukum yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial dahulu, bukan pekerjaan mudah. Pembangunan hukum nasional akan berlaku bagi semua warga negara tanpa memandang agama yang dipeluknya harus dilakukan dengan hati-hati, karena di antara agama yang dipeluk oleh warga negara Republik Indonesia ini ada agama yang tidak dapat dicerai pisahkan dari hukum. Agama Islam, misalnya, adalah agama yang mengandung hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Bahwa Islam adalah agama hukum dalam arti kata yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam pembangunan hukum nasional di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti di Indonesia ini, unsur-unsur hukum agama itu harus benar-benar diperhatikan. Untuk itu perlu wawasan yang jelas dan kebijakan yang arif. Karena hukum nasional harus mampu mengayomi dan memayungi seluruh bangsa dan negara dalam segala aspek kehidupannya, maka dalam merencanakan pembangunan hukum nasional, kita wajib menggunakan wawasan nasional yang merupakan tritunggal yang tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain, yaitu: wawasan kebangsaan, wawasan nusantara dan wawasan bhineka tunggal ika. Dipandang dari wawasan kebangsaan sistem hukum nasional harus berorientasi penuh pada aspirasi serta kepentingan bangsa Indonesia. Wawasan kebangsaan ini, menurut Menteri Kehakiman, bukanlah wawasan kebangsaan yang tertutup, tetapi terbuka memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang dan mampu menyerap nilai-nilai hukum modern.12 Karena yang dianut dalam pembangunan hukum nasional juga wawasan nusantara yang menginginkan adanya satu hukum nasional, maka usaha unifikasi di bidang hukum harus sejauh mungkin dilaksanakan. Ini berarti seluruh golongan masyarakat akan diatur oleh satu sistem hukum yaitu sistem hukum nasional. Akan tetapi, demi keadilan, hukum nasional yang akan diwujudkan berdasarkan kedua wawasan itu, harus juga memperhatikan perbedaan latar belakang sosial budaya dan kebutuhan hukum yang dimiliki oleh kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Oleh karena itu, di samping kedua wawasan tersebut, pembangunan hukum nasional harus mempergunakan wawasan bhinneka tunggal ika. Dengan mempergunakan wawasan tersebut, unifikasi hukum yang diinginkan oleh wawasan nusantara itu harus menjamin tertuangnya aspirasi, nilai-nilai dan kebutuhan hubungan masyarakat ke dalam sistem hukum nasional. Dengan wawasan Bhinneka Tunggal Ika ini, keragaman suku bangsa, budaya dan agama sebagai aset pembangunan nasional harus dihormati, sepanjang, tentu saja, tidak membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa Dengan mempergunakan ketiga wawasan itu, secara serentak dan terpadu berbagai asas dan kaidah hukum Islam, juga hukum Adat dan hukum eks Barat akan menjadi integral hukum nasional, baik hukum nasional yang tertulis maupun hukum nasional yang tidak tertulis atau hukum kebiasaan. Mengenai kedudukan hukum Islam, yang telah disinggung di atas kita dapat mengetahui bahwa pengaturan bidang ibadah bersifat rinci, pengaturan mengenai mu’amalah atau mengenai segala aspek kehidupan masyarakat tidak bersifat rinci,yang ditemukan dalam bidang terakhir ini hanya prinsip-prinsipnya saja. Pembangunan dan aplikasi prinsip-prinsip bidang mu’amalah itu: diserahkan sepenuhnya kepada para penyelenggara negara dan pemerintahan yakni para ulil amri. Karena hukum Islam memegang peranan penting dalam membentuk dan membina ketertiban sosial umat Islam dan mempengaruhi segala segi kehidupannya, maka jalan terbaik yang dapat ditempuh ialah mengusahakan secara ilmiah transformasi norma-norma hukum Islam ke dalam hukum nasional, sepanjang menurut Menteri Kehakiman, sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan relevan dengan kebutuhan hukum khususnya umat Islam cukup banyak asas yang bersifat universal terkandung dalam hukum Islam yang dapat dipergunakan dalam menyusun hukum nasional. Kontribusi Hukum Islam dalam Pembangunan Hukum Nasional Sebagai upaya pembinaan dan pembangunan hukum nasional, hukum Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar, paling tidak dari segi jiwanya. Pernyataan ini diperkuat oleh beberapa argumen. Pertama, UU No. I tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada Pasal 2 Undang-undang ini, ditulis bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya. Sementara dalam pasal 63 menyatakan bahwa, yang dimaksud pengadilan dalam Undang-undang ini adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam. Kedua, di dalam UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya adalah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan, sehat rohani, mempunyai kepribadian yang mantap dan mandiri, mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. , UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-undang ini membuktikan bahwa Peradilan Agama sudah sepantasnya hadir, tumbuh, serta dikembangkan di bumi Indonesia. Hal ini membuktikan adanya kontribusi umat Islam sebagai umat yang mayoritas.

Tugas ini dikerjakan oleh :

1. Hendriansyah Saputra (213010601013)

2. Sharani Aulia Capricornelia (213020601040)

Add a comment

Related posts:

Well Maintained Homes Are More Likely to Survive Disasters Such as Hurricane Ian

This article will use a limited number of examples to discuss important reasons why you should keep your home well maintained. Obviously, there are many more reasons than can be discussed in this…

500 and counting

It has been a year since we launched the DPG Registry, a repository that houses nominees and digital public goods. We are thrilled to announce this week that we have reached a milestone — 500…

Facts You Cannot Ignore about Refined Foods

We all find ourselves frequently giving in to the convenience of processed foods, in spite of its negative health effects. Yes, of course, refined food tastes good but it does not provide enough…